Selasa, 14 April 2009

Aku diam?

Aku diam

Aku diam tapi aku tidak bisu

Aku seorang remaja SMP normal,bersekolah di SMP terkemuka di kotaku, sekilas terlihat aku adalah remaja biasa, gadis normal pada umum nya. Namun jika kamu berbicara denganku kamu akan melihat perbedaanku dengan mereka.

Aku diam tapi aku tidak bisu

Aku adalah gadis pendiam. Benar-pendiam. Mungkin suaraku sudah hilang karena jarang nya dipergunakan. Ditambah suaraku yang kecil dan lemah juga sikap sosialku yang tidak begitu bagus melengkapi kediamanku.

Aku diam tapi aku tidak bisu

Aku adalah gadis yang amat pemalu. Walau prestasi akademikku bisa dibilang amat baik namun tidak berarti aku meimiliki banyak teman. Bagai mana dapat memiliki teman jika berbicara banyak pada meraka saja tidak pernah. Aku tidak akan menegur mereka jika mereka tidak memulai nya terlebih dahulu. Jika mereka memulai pembicaraan atau sekedar bertanya jawabanku hanya seputar anggukan kepala sebagai tanda “ya” gelengan kepala sebagai tanda “tidak” atau mengendikan bahu sebagai tanda”tidak tahu”, karna memang itulah biasanya jawaban dari pertanyaan teman-teman ku.

Aku diam tapi tidak bisu

Sungguh! Sungguh aku bukan sombong atau angkuh aku pun tidak mengeti mengapa aku bisa jadi seperti ini. Aku ingin seperti mereka daapat bercanda, tertawa dengan teman-teman sebaya. Aku ingin dapat bergabung dengan mereka, tapi mampukah aku?

Aku diam tapi aku tidak bisu

Munkin di mata mereka aku adalah gadis yang aneh. Selalu menyendiri dan diam. Selalu duduk di depan kelas. Atau mungkin di mata mereka aku adalah gadis pintar yang angker? Aku tidak menyalahkan mereka atas pandangan mereka yang seperti itu. Selain aku tidak mudah bergaul aku memiliki aura murung dan muram. Manusia normal pasti akan otomatis menjauhiku. Aku ingin memiliki barang satu sahabat saja. Selama nya kah aku akan seperti ini?

JJJJJ

Kulangkahkan kakiku menuju sekolah seperti biasa. Perlahan seakan aku bisa tersandung setiap saat. Dengan nafas pendek- pendekku yang teratur juga pandangan menuju batu-batu di bawah kakiku. Akhir nya setelah 30 menit-15 menit untuk orang lain- gedung sekolahku yang berlantai tiga telah berada di hadapanku. Dengan cara yang sama seperti tadi kulangkahkan kakiku menuju gerabang.

“Marsya!!” teriak seseorang di belakangku.

Tapi aku masih terus berjalan. Pasti Marsya yang lain pikirku. Marsya di sekolah ini tidak hanya aku kan?

“Marsya.. kamu ini kacang banget sih?!” teriak suara itu lagi.

Hmm….seharus nya Marsya itu tidak mengabaikan teman nya. Aku saja selau bermimpi disapa akrab seperti itu.

Tepukan lembut menyadarkan lamunanku.

“Marsya.. aku manggil kamu tau..”

Ha? Aku terbelalak kaget kutengok kiri kanan tak ada orang lain ku tengok kebelakang hasil nya sama. Untuk memberjelas(kebodohan ku) aku menunjuk diri ku sendiri.

“Ya iya lah kamu.. masa orang lain? kamu itu lucu deh” kata Kirana tertawa.

“ke kelas bareng yuk Sya.. dah mau masuk nih” lanjut nya lagi.

Aku masih menganga syok dan kaget. Membiarkan Kirana menyeretku menuju kelas.

JJJJJ

Kirana Anggraeni namanya. Teman sekelasku yang mungkin seumur hidup belum pernah berbicara denganku. Wajah nya cantik tipikal orang Indonesia. Ditanbah lesung pipi mungil di sebelah kiri yang menghiasi senyum nya. Rambut nya panjang sebahu hitam dan terlihat tebal.

Ketika berjalan dengan nya menuju kelas banyak sekali yang menyapanya. Membuat ku sangat iri. Mulai dari anak Osis hingga anak cheerleaders yang memakai aksesori berwarna warni. Sepanjang berjalan dengan nya aku masih merasa sedang bermimpi atau semua ini hanya ilusi cahaya atau tadi bagi aku tersandung dan membuat sistem otak ku berhayal yang tidak-tidak. Kucubit pipi kananku. Sakit. Ku cubil lagi. Tambah sakit.

“Sya? Kamu ngapain sya?” kata Kirana . kita telah sampai di dalam kelas.

Aku hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepala.

“ya udah. Eh nanti ke kantin bareng yuk” lanjutnya menuju ke arah bangku nya di belakang. Dan aku hanya menggangguk kecil tak percaya.

Sebulan ini telah ku lewati dengan lebih ceria. Aku dan Rana menjadi semakin dekat. Munkin ini kali pertama aku memiliki teman yang cukup dekat dengan ku. Walau mungkin bisa di bilang hanya pendengar pasif yang mengangguk angguk saja mendengar cerita nya yang berkisar antara si Ival yang main basket, si Roni punya jumper baru, si Adit beli motor baru, si Tio kaya gini, si Andre kaya gitu. Tapi aku sangat senang dan tidak bosan barang sedetik pun.

Pada minggu ke dua aku mulai bisa menanggapi sedikit-sedikit. Seperti “jadi?” atau “Lalu?” walau hanya dengan suara kecil nyaris berbisik namun kata Rana ini sudah kemajuan. Aku berbinar-binar mendengar nya.

JJJJJ

Aku membawa dua kaleng soft drink dingin dan sebungkus snack ringan pesanan Kirana. Saat sampai di depan pintu kelas langkahku terhenti ketika mendengar suara tawa Kirana dan beberapa teman di depan kelas. Aku segara bersembunyi di balik pintu.

“Hahaha.. jadi selama ini itu rahasia nya?” kata salah satu suara di sana. Suara yang paling keras diantara tawa lain nya.

“Ya iya lah.. pinterkan? Kirana gitu lho” kali ini suara kirana yang terdengar.

“Gue pikir selama ini lo emang niat temenan ma dia. Gue ampe heran orang kaya lo bisa betah temenan ma dia. Ternyata bener firasat gue bener ada udang di balik batu” kata suara itu lagi.

“Kira..Kira,tau gitu Gue ikutan juga temenan sama orang pinter. Sekarang nilai-nilai lo bagus-bagus banget!’’ kata suara lain.

“eit! Tunggu ga Cuma pinter. Tapi kudu kolot sama ga gaul juga gampang di suruh-suruh”kata Kirana menyayat hatiku.

‘’Wah jahat banget lo Kir!’’ semua anak di kelas itu tertawa.

Aku tercekat. Merasa sangat tolol dan bodoh. Jadi selama ini aku hanya dimanfaatkan Kirana saja? Membayangkan nya saja hati ku terasa perih. Aku hanya digunakan sebagai alat untuk menaikan nilai-nilai nya. Aku terlalu senang mengira telah mendapat seorang teman. Dengan mudahnya dia membujukku untuk mengerjakan semua PR nya dan memberinya contekan ketika ulangan.

Soft drink dan sebungkus snack yang ada ditanganku langsung kuserahkan pada siapa saja yang lewat di depanku.

‘’Buat kirana”ucapku.

Aku tidak peduli dia mendengar apa yang ku katakan. Aku tidak memastikan nya. Yang kulakukan selanjut nya adalah mengepak barang-barangku yang ada dalam kelas. Aku tidak peduli ini baru jam 9 dan sekolah baru akan usai 3 jam lagi. Aku bergegas keluar kelas . Dan kirana masih saja tertawa bersama teman-temannya tanpa menyadari kepergianku.

JJJJJ

Sudah tiga hari aku di rumah dan tidak mau pergi kesekolah. Aku memang pengecut . Aku tahu itu. Aku tak punya nyali untuk ke sekolah. Entah aku tak tahu apa yang aku takutkan. Aku tak mampu menerima semua kenyataan ini.

Kirana banyak sms dan menelponku. Namun semua kuabaikan saja. Kuputuskan untuk mengganti nomorku. Toh yang tahu nomorku dapat dihitung dengan jari. Jika dia menelepon ke rumah aku meminta Bunda mengatakan aku sedang pergi, sedang mandi , sedang sibuk dan sejuata alasan lainnya agar aku tak usah berbicara dengannya.

Bunda mulai khawatir. Karena aku hampir samasekali tidak pernah membolos sekolah. Beliau berkali-kali memintaku untuk periksa ke Dokter. Namun kutolak secara halus. Aku memang sakit tapi aku tak yakin dokter dapat menyembuhkan penyakitku ini.

Pada hari keempat aku sadar bahwa aku tak bisa selama nya seperti ini. Lari dari kenyataan. Lagi pula sebentar lagi aku akan ujian kenaikan kelas IX. Ku mantap kan pada diriku sendiri, besok aku harus masuk sekolah! Aku pasti bisa!

JJJJJ

“Sya.. dengerin Gue dulu…’’ Kirana menarik tanganku dan menunjukkan raut wajah mengiba. Semuanya udah jelas Rana… pikirku. Tapi yang keluar hanya gelengan lemah.

“Sya.. Please” suaranya kian mengiba. Kucoba menulikan telinga seperti aku membisukan bibirku. Tapi tak semudah yang ku kira.

Kirana mengejarku pagi ini. Tidak mengejar sih.. mengingat bagaimana keadaanku ketika aku berjalan. Dia terus memelas sepanjang jalan. Meminta maafku. Sungguh berat. Maka aku diam saja seperti biasa

“Marsya…’’ ia masih kekeuh bertahan hingga kami tiba di seberang jalan . Kami menghentikan langkah. Aku berharap mobil-mobil cepat lewat karena aku tidak tahan lagi. Akhirnya kendaraan lewat dan ada kesempatan untuk menyebrang jalan. Segera kulangkahkan kakiku dan Kirana masih mengikutiku dari belakang.

“Gue…Gue ga maksut ngomong kaya gitu di depan temen-temen Sya..” katanya lemah. Aku sudah tak tahan lagi. Segera kubalikan badanku dan kutatap wajah nya untuk pertama kali pagi ini. Saat aku membuka mulutku aku tercekat karena di belakang Rana kini melaju angkutan umum yang sekarang sudah tinggal beberapa meter lagi jaraknya.

Segeraku tarik tangan Kirana yang belum menyadari akan adanya bahaya tersebut. Aku menarik nya sekuat tenaga hingga kami berdua jatuh pada aspal yang hitam dan keras. Namun aku jatuh di tempat yang salah. Kini angkutan itu melaju ke arah tubuhku yang jatuh terduduk di atas aspal. Sudah sangat dekat dan aku hanya bisa memejamkan mataku. Sekilas terdengar teriakan Kirana

“MARSYAAA……….!”

JJJJJ

Aku diam tapi tidak bisu

Aku Diam dan selamanya akan diam

Ditulis oleh : FR. Azzizah


Label:

Kamis, 02 April 2009

Questions of Adik?

Bicara tentang pertanyaan, bukan hanya saya yang punya banyak.

Si Adik, juga punya banyak pertanyaan yang tidak selalu mudah dijawab. Bahkan kadang-kadang saya dan si Mas tak mampu menjawabnya secara langsung. Harus cari referensi dulu. Itupun seringnya jawaban kami tidak dipercaya sama Adik. Dia lebih percaya apa kata Guru atau temen-temennya.

Pernah satu saat dia tanya tentang Raqib-Atid.
"Apa kalo adik bayi lahir sudah ditemani sama Raqib-Atid?"
"Apa Raqib-Atid nya masih bayi juga?"
"Apa Raqib-Atid ada banyak, sejumlah adik bayi yang lahir?"
"Nanti kalo kita mati, Raqib-Atid nya ikut mati juga?"

Duh, Nak, pertanyaanmu benar-benar membuat kami pusing tujuh keliling.

Kali lain saat habis wudlu, dia tersenggol si Mas tanpa sengaja. Sambil cemberut, si Adik wudlu lagi. Berhubung si Mas suka iseng, disenggolnya lagi si Adik. Kali ini dengan sengaja. Benar dugaan kami, si Adik wudlu lagi sambil marah-marah. Ternyata menurut dia, tersenggol si Mas itu membatalkan wudlu.

Dengan iseng saya tanya dia, "Dik kalo Ayah sama Ibu bersenggolan, batal gak?"

Jawab dia lugu,"Tentu saja gak batal, Ayah dan Ibu kan sama-sama tua...."

Apa yang mesti saya lakukan? Tertawa? Atau malah bersedih?

Label: